artikel

Komunikasi dengan Pasien Perempuan

Untuk dapat berkomunikasi yang baik dengan pasien perempuan, seorang petugas kesehatan hendaknya menyadari bahwa seorang perempuan bukan sekedar seonggok tulang yang dibungkus daging dan kulit serta organ-organ reproduksi, tetapi juga hati nurani dan akal pikirannya. Ia adalah manusia dengan seluruh eksistensinya bahkan kita harus respek (hormat). Dalam waktu yang sangat panjang makhluk Tuhan berjenis kelamin perempuan ini dipandang oleh banyak peradaban manusia sebagai sosok yang hadir untuk dinikmati secara seksual dan berfungsi melahirkan sekaligus juga direndahkan.
Pasien perempuan umumnya enggan untuk mengemukakan masalah-masalah seksual dan kesehatan reproduksinya, kecuali pada lingkungan yang kondusif. Dokter harus menciptakan lingkungan yang privasi sifatnya, dan khusus pada pemeriksaan dalam, diperlukan pendamping. Kehamilan merupakan peristiwa yang membahagiakan dan merupakan kejadian yang sangat diharapkan, tetapi sekaligus merupakan peristiwa yang menimbulkan kecemasan dan rasa khawatir, sehingga perlu mendapatkan perhatian. Berkomunikasi yang baik secara efektif dengan perempuan dan keluarganya dapat membantu menumbuhkan kepercayaan diri perempuan dan juga meningkatkan kepercayaan perempuan tersebut terhadap tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatannya.
Perempuan yang mengalami komplikasi pada kehamilan, kadang-kadang mengalami kesulitan untuk membicarakan dan menjelaskan keluhannya kepada tenaga kesehatan. Hal ini merupakan tugas dan tanggung jawab seluruh tim pelayanan kesehatan untuk mampu berbicara dengan perempuan tersebut, sehingga perempuan tersebut merasa diperhatikan dan dalam suasana yang nyaman dan bebas. Memberikan perhatian terhadap perempuan dalam hal ini berarti, bahwa tenaga kesehatan tersebut hendaknya.
  • Menghormati martabat dan hak kebebasan pribadi perempuan.
  • Mempunyai kepekaan dan responsif terhadap kebutuhan perempuan.
  • Tidak mencela keputusan yang dibuat oleh perempuan dan keluarganya tentang perawatan yang dipilihnya.
Dapat dipahami, dalam keadaan darurat, bila petugas kesehatan tidak setuju dengan sikap dan keputusan perempuan, tentunya dapat menyebabkan keterlambatan untuk mendapatkan pertolongan. Akan tetapi, tidak boleh menujukkan sikap tidak meghormati dan mencela perempuan tersebut atau menterlantarkan keadaan mendik akibat sikapnya. Berikan konseling untuk meluruskan setelah komplikasi dapat diatas, jangan sebelum atau selama perawatan dilakukan.